Jumat, 27 Januari 2023

METODE PENGHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

  1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Penghitungan pendapatan nasional dengan pendapatan produksi adalah dengan menghitung jumlah produksi masing – masing sector ekonomi kemudian dijumlahkan. Metode ini dapat juga dilakukan dengan cara keseluruhan nilai tambah dari semua sector kegiatan ekonomi. Ketika menghitung pendapatan nasional harus dihindarin terjadinya perhitungan ganda. Oleh karena itu, pendekatan produksi diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah (bukan nilai jual) seluruh barang dan jasa yang dihasilkan. Apabila di suatu Negara terdapat beberapa sector, yaitu sector ekstraktif (E), agraris (A), industry (I), niaga/perdagangan (N), dan jasa (J), maka nilai yang diperoleh disebut national income yang dirumuskan sebagai berikut :

NI = E +A + I + N + J 

Penghitungan pendapatan nasional dengan metode produksi ini dedasarkan atas jumlah hasil barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat atau negara dalam satu tahun. Semua nilai hasil akhir barang dan jasa tersebut dijumlahkan. Hal ini berarti bahwa pendapatan nasional atas dasar harga pasar (NI) besarnya sama dengan produk nasional atas dasar harga pasar. Nilai pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai – nilai tambahan yang diciptakan oleh tiap – tiap sector yang ada dalam perekonomian. Seluruh nilai tambahan yang diciptakan dalam suatu sector merupakan nilai produksi dari sector tersebut yang disumbangkan kepada pendapatan nasional. Selain untuk menunjukkan besarnya kontribusi dari tiap –tiap sector ekonomi kepada pendapatan nasional, penghitungan dengan cara produksi dilakukan hanya dengan menjumlahkan niulai – nilai tambahan yang diciptakan adalah dengan tujuan untuk menghindari penghitungan 2 kali.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendapatan nasional ditentukan dengan menjumlahkan pendapatan yang diperoleh para pekerja, pendapatan para pengusaha, dan pendapatan pemilik modal yang dapat berupa upah atau gaji, bunga modal, dan laba. Dalam pendekatan pendapatan, PDB atau GDP didefinisikan sebagai total pendapatan dari faktor – faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi disuatu Negara dalam periode tertentu.

Menurut Suryana, pendekatan ini dilakukan dengan cara menjumlahkan pendapatan dari faktor – faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Pendapatan yang dihitung adalah pendapatan yang diperoleh oleh mereka yang memiliki faktor – faktor produksi, seperti pemilik modal, pekerja, dan pengusaha. Para pemilik faktor produksi ini masing – masing memperoleh gaji, sewa, bunga modal, dan profit yang dilambangkan dengan wages (w), rent (r), interest (i), dan profit (p). dengan demikian NI dirumuskan :

NI = w + r + i + p

Penghitungan pendapatan nasional dengan metode pendapatan, pada umumnya menggolongkan pendapatan yang diterima sektor – sektor produksi dengan cara sebagai berikut :

a. Pendapatan para pekerja, yakni gaji dan upah.
b. Pendapatan dari usaha perseorangan (perusahaan perseorangan).
c. Pendapatan dari sewa.
d. Bunga neto, yakni seluruh nilai pembayaran bunga yang dilakukan dikurangi bunga pinjaman konsumsi dan bunga pinjaman pemerintah.
e. Keuntungaan perusahaan.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Berdasarkan metode ini, pendapatan nasional dapat dihitung dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh masyarakat, pengeluaran masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga

b. Pengeluaran konsumsi pemerintah, baik pusat maupun daerah,

c. Pembentukan modal tetap bruto seperti persediaan barang – barang dan alat – alat produksi tahan lama.

d. Ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa.

Apabila pengluaran konsumsi rumah tangga dilambangkan (C), pengeluaran konsumsi pemerintah dilambangkan (G) pembentukan investasi dilambangkan dengan (I), ekspor barang dan jasa dilambangkan (X), dan impor barang dan jasa dilambangkan dengan (M), maka NI dirumuskan :

PN = C + G + I + (X – M)


 

 

Kamis, 26 Januari 2023

FINTECH SYARIAH DI INDONESIA

 

Pendahuluan

Pengertian fintech syariah adalah sebuah platform digital dari pinjaman online, atau disebut peer to peer lending, yang mempertemukan antara pemberi pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) secara online dan dalam menjalankannya berdasarkan prinsip syariah Islam. Fintech syariah ini sudah diatur oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 117/DSN-MUI/II/2018. Adapun isi dari fatwa ini menyangkut Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyelenggara fintech harus memenuhi beberapa kriteria prinsip syariah yang tidak mengandung beberapa unsur di bawah ini:

1.     Gharar (ketidak-jelasan)

2.     Riba (bunga)

3.     Tadlis (penipuan)

4.     Maysir (judi)

5.     Dharar (bahaya)

6.     Haram

7.     Zulm (ketidakadilan)

Apabila penyelenggara fintech syariah memiliki salah satu unsur saja di atas, maka dipastikan tidak akan mendapatkan izin dari BI dan OJK.

Jenis-Jenis Akad Pada Fintech Syariah

Melakukan pengajuan pinjaman di fintech syariah, dari pihak pemberi dan penerima dana harus menggunakan proses akad untuk persetujuan kerja sama. Berikut ini akad yang digunakan.

1. Ijarah

Yang pertama adalah ijarah. Akad ini akan digunakan dalam pemindahan atas hak guna barang maupun jasa dengan waktu tertentu menggunakan upah.

2. Mudharabah

Akad ini digunakan antara penjual juga pembeli dalam pengelolaan modal beserta keuntungan bisnis berdasarkan nisbah.

3. Al-Bai' (jual-beli)

Akad digunakan oleh penjual dan pembeli dalam pertukaran atau perpindahan kepemilikan atas barang dan juga harga.

4. Wakalah

Akad pelimpahan kuasa dalam melakukan perbuatan hukum tertentu dengan imbalan berupa upah.

5. Musyarakah

Jika dalam usaha ada dua pihak atau lebih, maka menggunakan akad musyarakah dalam membagi keuntungah sesuai dengan nisbah yang disepakati.

6. Qardh

Akad pinjaman antara pemberi dan penerima dengan ketentuan di mana penerima pinjaman mesti mengembalikan uang dengan jangka waktu juga cara yang telah disepakati.

Perbedaan Fintech Syariah dengan Fintech Konvensional

Perbedaan fintech syariah dengan fintech konvensional terletak pada dasar-dasar yang dianut. Fintech syariah menggunakan syariat Islam sebagai dasar layanan keuangan mereka. Untuk menjalani kegiatan usahanya, fintech berbasis syariah harus menaati peraturan yang dikeluarkan oleh OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 26 Desember 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dan harus menaati Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Perbedaan mendasar antara fintech syariah dan fintech konvensional adalah hal bunga. Bunga tidak sejalan dengan agama Islam karena mengandung unsur riba. Tidak akan dijumpai kredit dalam pembiayaan fintech berbasis syariah. Pembiayaan akan dilakukan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Ijarah Wa Iqtina, dan Akad Musyarakah Mutanaqishah. Ketiga akad tersebut memiliki peraturan yang berbeda-beda dan tidak mengandung bunga lebih.

Akad Murabahah merupakan akad jual beli, dimana penyelenggara fintech menjadi seorang pembeli atas produk yang diinginkan nasabah. Lalu peminjam akan menjual produknya kepada nasabah dengan jumlah keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.

Akad Ijarah Wa Iqtina merupakan akad sewa. Sama seperti Akad Murabahah, dimana penyelenggara fintech menjadi pembeli atas barang yang diinginkan nasabah. Kemudian peminjam akan menyewakan barangnya, yang di kemudian hari bisa dibeli oleh nasabah. Barang tersebut ada dalam status sewa dalam kurun waktu tertentu hingga berganti kepemilikan.

Sementara Akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan program pembiayaan yang berasal dari penyelenggara fintech dan nasabah. Masing-masing, akan memberikan modal untuk produk tertentu. Nasabah nantinya bisa membeli bagian yang dipunyai oleh penyelenggara fintech, sehingga nasabah memiliki hak penuh atas kepemilikan produk.

Daftar Fintech Syariah yang Legal 

1.  Ammana.id

Fintech syariah ini berdiri sejak Maret 2018, Ammana mengklaim bahwa mereka merupakan peer to peer lending syariah pertama yang ada di Indonesia dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ammana fokus terhadap kegiatan pendanaan untuk pelaku UMKM (usaha kecil, mikro dan menengah). Dilansir dari website resmi Ammana, dana yang telah disalurkan hingga tahun 2022 sebesar Rp486 M, dan total pengguna menembus angka 41.574.

2.  Investree

Tak hanya dikenal sebagai fintech basis konvensional, Investree pun berinovasi dengan menghadirkan layanan berlandaskan syariah. Sama halnya dengan fintech syariah yang lain, Investree Syariah pun menerima pembiayaan dalam membantu UMKM melalui metode buyer financing, invoice financing, dan working capital term loan.

3.  Kapital Boost

Fintech syariah yang satu ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 30 Oktober 2019. Kapital Boost memulai dengan tujuan menjadi jembatan UKM dengan pendana global yang mencari imbal hasil secara adil, transparan, dan berdasarkan prinsip syariah.

4.  Ethis

Ethis menghadirkan alternatif pembiayaan dengan membentuk sebuah komunitas pemberi pembiayaan dalam berpartisipasi secara kolektif serta menggunakan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatan pembiayaan di bidang infrastruktur dan real estate. Dilansir dari website resmi Ethis, total pendanaan hingga tahun 2022 sebesar Rp40.289.351.445,00 dengan total 5261 pengguna dan 599 pendana.

5.  Berkah Fintek Syariah (BFS)

PT. Berkah Fintek Syariah adalah salah satu pionir untuk penyelenggaraan sistem elektronik yang menawarkan produk pendanaan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan tentunya sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sejak tahun 2019. Hingga tahun 2022 akumulasi total pembiayaan sebesar Rp672,22 M.

6.  Papitupi Syariah

Papitupi Syariah adalah salah satu fintech syariah di Indonesia yang hadir dengan tujuan untuk bisa berperan aktif dalam memberikan sebuah solusi pembiayaan syariah. Dilansir dari website resmi, total pendanaan yang telah disalurkan hingga tahun 2022 sebesar Rp62,38 M.

7.  Alami Sharia

Tahun lalu, tepatnya bulan Mei 2021, PT ALAMI Fintek Sharia telah menyelesaikan proses akuisisi sebuah Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah di Jakarta. Adapun pembiayaan fintech syariah ini mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Total pembiayaan yang sudah tersalurkan hingga tahun 2021 sebesar Rp662 M.

8.  Qazwa

Qazwa adalah perusahaan fintech syariah yang memiliki tujuan memudahkan usaha mikro dalam mendapatkan akses permodalan yang bebas riba agar usahanya bisa lebih berkembang dan berdasarkan prinsip syariah. Dilansir dari website resmi Qazwa, total pembiayaan yang telah tersalurkan sebesar Rp. 21 M.

9.  Duha Syariah

Di fintech syariah ini ada dua layanan yang bisa kamu gunakan yaitu pembiayaan perjalanan religi dan pembiayaan konsumtif (barang atau jasa). Untuk perjalanan religi, Duha Syariah bekerja sama dengan e-commerce atau marketplace dalam perjalanan wisata halal dan umrah.

10. Dana Syariah

Agak sedikit berbeda dengan peer to peer lending syariah lainnya, Dana Syariah mempunyai fokus membantu para peminjam yang membutuhkan suntikan dana segar di sektor properti, seperti pembelian lahan, pembangunan sarana prasarana dan pembangunan rumah.

Layanan Yang Terdapat Pada Fintech Syariah

1. Layanan Pendanaan

Setoran berbasis Deposit (bisa juga berdasarkan Qard), layanan Akun investasi, dan Pembayaran, penagihan, dan manajemen likuiditas yang sesuai dengan Syariah. Contoh perusahaan fintech yang menyediakan jasa ini adalah PayHalal (Souqa Fintech Sdn Bhd, Malaysia), AmalPay (Malaysia), Platform Akun Investasi (IAP –Malaysia).

2. Layanan Modal Kerja

Yakni Modal kerja Murabahah, Murabahah / Wakala / Mudharabah / Surat Kredit. Contoh perusahaan fintech syariah yang menyediakan layanan ini adalah Waqfe – Bahrain (penyedia platform perbankan digital).

3. Pembiayaan

Layanan pembiayaan fintech syariah dengan akad Murabahah, Mudaraba, Musharaka, Pembiayaan Salam atau Istisn’a, Ijarah, Keuangan Mikro Syariah. Perusahaan yang menyediakan layanan ini adalah Ethis Crowd – Singapura, Indonesia, Malaysia, Australia dan Blossom Finance.

4. Pasar Modal

Layanan yang diberikan berupa treasury Bank Islam, Sukuk (Obligasi Islam). Perusahaan yang menyediakan layanan ini adalah Adab Solution (pertukaran Crypto).

5. Manajemen Kekayaan

Layanan fintech syariah yang berupa manajemen kekayaan yang sesuai dengan Syariah untuk ritel dan HNWI. Disediakan oleh Wahed – AS (investasi penasehat Robo platform) dan HelloGold (emas berbasis blockchain investasi).

6. Asuransi

Mencangkup layanan Asuransi dan re-Asuransi, perusahaan yang menyediakan layanan ini yaitu Uplift Mutuals dan Insure Halal

Perusahaan fintech syariah dewasa ini semakin terlihat posisi dan urgensinya dalam meningkatkan inklusi keuangan baik di Indonesia maupun secara global.

Inspirasi Qur`ani Dalam Menghadapi Tantangan Industri

Era digital yang sangat disruptif adalah era perkembangan semua industri global berbasis teknologi, khususnya industri fintech syariah. Dalam rangka menghadapi tantangantantangan serius di masa mendatang, industri perlu menyiapkan roadmap yang memuat strategi-strategi jitu. Strategi tersebut tentu diramu dengan baik untuk mempertahankan eksistensi industri dan sekaligus melejitkan performa industri fintech syariah di masa mendatang.

Menurut hemat penulis, strategi-strategi yang dapat digunakan para pelaku industri fintech syariah adalah sebagai berikut (Iman, 2017:11).

1. Mendorong pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti OJK untuk membuat aturan yang dapat memberikan payung hukum terhadap seluruh aktivitas fintech syariah. Perlu diingat, regulasi tersebut tentu harus membawa kemaslahatan bagi semua pihak. Regulasi tersebut juga diharapkan mampu melindungi hak-hak konsumen yang juga menjadi prioritas syariah. Legitimasi syariah terhadap perlindungan hak-hak konsumen merupakan konsekuensi logis dari keharaman atas praktek-praktek kedzaliman. AlQur`an menandaskan dalam surah al-Baqarah ayat 279:

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah [2]:279)

2. Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Upaya peningkatan SDM baik secara kuantitatif maupun kualitatif tentu dapat mendorong pertumbuhan industri fintech syariah yang lebih berdaya saing. Peningkatan kapasitas SDM juga merupakan salah satu aktivitas yang selaras dengan nilai-nilai universalitas Islam. Islam menyatakan bahwa tenaga kerja yang baik adalah tenaga kerja yang al-qawiyyu dan alamin. Al-Qawiyyu yang lebih merujuk kepada kekuatan fisik merupakan simbolisasi dari hard skill, sementara al-amin yang berarti terpercaya adalah simbolisasi dari soft skill yang merupakan karakter batiniah setiap individu. Ringkasnya, kapasitas SDM haruslah dikembangkan dari dua sisi ini secara simultan. Berkenaan dengan hal itu, alQur`an menjelaskan dalam surah al-Qashash ayat 26:

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qashash [28]:26)

Ar-Razi (1988:245) dalam tafsirnya, Mafatihul Ghaib, mengemukakan bahwa al-amin juga mencakup fathonah (kecerdasan intelektual). Dengan kata lain, Islam dalam hal ini sangat mendorong agar umat Islam juga memiliki kapasitas intelektual yang berkualitas.

3. Strategi kolaborasi (non-kompetisi). Fintech syariah sebagai pelaku pasar yang baru di sektor keuangan tentu dianggap sebagai competitor, baik oleh industri perbankan maupun industri keuangan non-perbankan lainnya (https://www.pwc.com, diakses 10 Juli 2019). Dalam rangka menghadapi persaingan tersebut, maka salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah strategi kolaborasi (Iman, 2017:11). Perlu diketahui, kolaborasi juga merupakan salah satu ajaran Islam. Allah Swt. Berfirman dalam surah al-Maidah ayat 2:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]:2)

4. Memperkuat keamanan internal dengan mengintegrasikan artificial intellegence dengan sistem blockchain. Artificial Intellegence (AI) dapat membantu fintech syariah agar dapat memastikan keamanan pengguna dalam satu kesatuan operasional berupa big data. Kendati demikian, AI juga harus terintegrasi dengan blockchain yang menggunakan hashing ganda (untuk memastikan kesamaan integritas) agar tercipta sistem keamanan yang maksimal. Walhasil, integrasi sistem keamanan antara AI dan blockchain diharapkan mampu menjadi solusi keamanan yang terbaik bagi industri fintech syariah (Alfaiz, 2018:70-74). Dalam al-Qur`an sendiri, secara eksplisit memang tidak ditemukan lafadz yang sepadan untuk mewakili internet security. Namun secara implisit, al-Qur`an telah mendukung konsep tersebut. Sebagaimana diketahui pada umumnya, bahwa al-Qur`an sendiri merupakan kalamullah yang dibawa oleh Malaikat Jibril. Jibril berlaku seperti media yang mengantarkan pesan (mediator). Surah at-takwir menjelaskan karakter Jibril yang mulia, kuat, dan terpercaya:

“Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (QS. At-Takwir [81]:19-21)

Karakter Jibril ini sebenarnya merupakan karakteristik yang dimaksud dalam konsep IT Security. Karakteristik tersebut meliputi: dzi quwwah (kekuatan keamanan), makiin (tangguh), dan amiin (terpercaya). Sistem keamanan yang tangguh dan kuat tersebut dimaksudkan agar aset atau kekayaan yang tersimpan dalam data perusahaan tetap aman dan terlindungi. Konsep tersebut selaras dengan konsep maqashid alsyari’ah, yakni hifdz al-maal (menjaga aset kekayaan) (asy-Syatibi, 1996:25). Oleh karenanya tidak heran jika Islam sangat mendukung keamanan data terkait aset kekayaan pribadi seseorang.

Tantangan Fintech Syariah di Indonesia

Fintech merupakan sistem pembiayaan yang termasuk baru di Indonesia. Meskipun sudah banyak startup fintech, namun tidak semua terdaftar di OJK. Permohonan perizinan juga belum matang sehingga memerlukan banyak waktu untuk mengantongi izin. Tantangan fintech syariah tidak hanya datang dari peraturan pemerintah saja, namun ada banyak faktor, diantaranya adalah:

1.    Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia Rendah

Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V. M Tarihoran mengatakan bahwa literasi keuangan penting dilakukan karena indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia masih relatif rendah. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan pada tahun 2016, literasi keuangan Indonesia baru mencapai 29,7 persen, sementara inklusi keuangan sebesar 67.8 persen.

Menjadi cakap keuangan adalah hal penting, karena akan melindungi masyarakat itu sendiri dari transaksi-transaksi palsu yang merugikan. Ada dua hal yang perlu dilakukan untuk menjadi cakap keuangan, yaitu meningkatkan keterampilan dan keyakinan masyarakat tentang layanan keuangan dan meningkatkan infrastruktur. Literasi keuangan yang tinggi akan menciptakan kesejahteraan keuangan yang berkelanjutan.

2.    Syarat dan Infrastruktur yang Kurang Menunjang

Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Wijaya mengatakan bahwa salah satu hambatan yang dihadapi oleh fintech syariah adalah keharusan memiliki Dewan Pengawas Syariah atau DPS di masing-masing perusahaan. Keharusan memiliki dewan pengawas memberatkan beberapa pihak yang ingin mendirikan fintech syariah karena membutuhkan biaya yang besar. Sementara startup pada umumnya belum memiliki modal besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Ronald mendorong pemerintah untuk memfasilitasi perkembangan fintech di Indonesia terutama yang berbasis syariah. Ia menyarankan sebuah alternatif seperti satu orang dewan pengawas untuk beberapa fintech syariah yang belum terdaftar. Hal ini akan membantu mereka mendapat infrastruktur yang sesuai dengan regulasi OJK. hambatan yang dirasakan oleh Ronald juga menyangkut soal perizinan yang lama, dan literasi masyarakat tentang fintech syariah. Sangat disayangkan karena Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim yang tinggi.

3.    Indonesia Perlu Kebijakan yang Matang

  Tantangan fintech syariah selanjutnya adalah tentang kebijakan yang belum mencakup keamanan nasabah. Layanan jasa keuangan mampu meningkatkan kesejahteraan keuangan masyarakat jika dikelola dengan baik. Pengelolaan yang baik tentu memerlukan kebijakan yang matang. Justru karena layanan Peer-to-Peer Lending memiliki potensi yang besar di Indonesia, sangat diperlukan adanya peran regulator yang sehat.

  Kebijakan yang dimaksud adalah hal-hal yang menyangkut syarat pendirian dan operasi fintech, inovasi layanan yang aman bagi nasabah, serta kompetisi antar-fintech yang sehat.
Kebijakan yang matang diperlukan, juga karena penyelenggara layanan keuangan fintech memerlukan keterampilan dan kapasitas dalam mengurangi risiko untuk kepentingan nasabah. Penyelenggara fintech juga harus memastikan keamanan dana publik, keamanan data publik, serta mampu mengatur keuangan masyarakat dengan memberikan bunga yang wajar. Meskipun terhitung baru, pemerintah optimis dengan pertumbuhan fintech-fintech di Indonesia akan memberikan kemakmuran dalam hal keuangan masyarakat.

Peran Fintech Syariah Bagi UMKM

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018, fintech syariah disebut dengan istilah Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah yang didefinisikan sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan Pemberi Pembiayaan dengan Penerima Pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Saat ini, pemerintah menilai bahwa fintech syariah merupakan bagian dari industri fintech nasional yang turut berperan dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia, khususnya UMKM yang belum dilayani oleh perbankan.

Dalam hal ini, fintech syariah memberikan solusi bagi UMKM untuk mengurangi kesenjangan antara lembaga keuangan dengan pihak-pihak yang membutuhkan pembiayaan. Maka dari itu, fintech syariah berpotensi turut mendukung inklusi keuangan melalui pembiayaan pada segmen pasar yang non-bankable.

Kemampuan fintech syariah dalam mengoptimalisasi teknologi membuat segala proses menjadi mudah, cepat, dan singkat. Keunggulan ini diyakini menjadi masa depan fintech syariah untuk terus berkembang yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap pertumbuhan UMKM. Hal ini dikarenakan salah satu faktor yang mendukung fintech syariah dalam mendorong pertumbuhan UMKM adalah tingkat penggunaan teknologi digital oleh UMKM.

Kekuatan teknologi yang memadai tentunya harus didukung oleh ekosistem fintech syariah yang relatif mapan. Dalam hal ini, sinergitas fintech syariah dengan pelaku usaha, pemerintah, dan akademisi diyakini dapat mendorong pertumbuhan fintech syariah. Seperti halnya kerjasama fintech syariah dengan perbankan dapat menjadi peluang penyaluran pembiayaan yang memberikan win-win solution bagi kedua belah pihak. Pihak fintech syariah mendapatkan pendanaan, sedangkan bank diberikan bantuan dalam penyaluran pembiayaan.

Fintech syariah juga dapat memperluas pangsa pasarnya dengan mengadakan kerjasama bersama para pelaku usaha, seperti e-commerce. Melalui kerjasama ini, fintech syariah dapat menjangkau UMKM untuk menyalurkan pembiayaan secara lebih efisien dan meluas. Pada akhirnya, hal ini akan memudahkan fintech dalam menjangkau borrower yang berkualitas.

Kesimpulan

Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim yang besar memiliki potensi yang besar pula untuk perkembangan fintech berbasis syariah. Tak lupa bahwa cita-cita Indonesia menjadi International Fintech Hub harus dicapai dengan menuntaskan beberapa tantangan fintech syariah seperti, meningkatkan literasi keuangan masyarakat, menciptakan infrastruktur yang wajar bagi startup-startup di Indonesia, dan membuat kebijakan yang matang demi keamanan transaksi nasabah. Jika tantangan fintech syariah di Indonesia bisa kita jawab, pada akhirnya peran fintech akan meningkat, tidak hanya untuk UMKM namun untuk keuangan nasional kita.


Rabu, 25 Januari 2023

BEBERAPA MASALAH POKOK PADA PEREKONOMIAN

Kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat modern adalah sangat kompleks. Kegiatan tersebut meliputi berbagai jenis kegiatan produksi, konsumsi, dan perdagangan oleh karena corak kegiatan yang sangat kompleks tersebut maka banyak orang mungkin berpendapat bahwa membuat gambaran mengenai berbagai masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat adalah tidak mungkin dilakukan. Pandangan seperti ini kurang tepat! Berdasarkan pada corak analisis dalam ilmu ekonomi, ahli ekonomi telah dapat membagikan berbagai masalah ekonomi yang dihadapi suatu masyarakat kepada tiga persoalan pokok, yaitu: 

1. Barang apakah yang akan diproduksi dan berapa banyaknya (What?) 
Hal ini tentu berhubungan dengan skala prioritas pemenuhan kebutuhan masyarakat, karena menghasilkan barang yang ternyata belum dibutuhkan akan mubazir dan menimbulkan kerugian besar bagi produsen. Dan bila telah diketahui jenis barang yang dibutuhkan maka perlu diketahui seberapa banyak. Hal ini tentu saja berhubungan dengan seberapa besar daya beli masyarakat akan kebutuhan barang tersebut. Karena meskipun barang tersebut dibutuhkan untuk jumlah yang banyak, namun bila daya beli masyarakat relatif rendah, maka produksi yang banyak juga akan mubazir dan akan merugikan produsen. 
2. Bagaimana caranya barang tersebut diproduksi (How?) Untuk memproduksi barang ada berbagai macam cara, dan yang paling umum adalah dengan cara tradisional yaitu bercocok tanam atau beternak (pertanian), kemudian pengolahan (industri manufaktur) atau langsung mengambil dari alam yang telah tersedia misalnya ikan atau hasil hutan. Seiring dengan semakin cepat dan banyaknya kebutuhan dari masyarakat maka produsen dituntut untuk bisa menyediakan kebutuhan itu dalam jumlah yang cukup, sehingga produksi ke arah yang lebih efisien sangat banyak diterapkan, misalkan pertanian dengan cara cangkokan dan bibit unggul, perikanan dengan cara pembibitan unggul (darat) dan menggunakan kapal penangkap ikan yang canggih (laut), serta industri pengolahan yang menggunakan peralatan canggih.
3. Untuk siapa barang diproduksi (for Whom?) Pada bagian awal dari bab ini telah dipaparkan bahwa dalam kenyataannya tingkat perekonomian masyarakat antar individu tidaklah sama karena ada yang berkemampuan sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah. Untuk masing-masing status itu tentu saja produsen harus menyesuaiakan produksinya (dalam hal ini tentu saja lebih dari satu). Agar individu yang berstatus kemampuan sangat tinggi tidak dengan seenaknya menguasai hasil produksi, maka produsen haruslah bisa mendistribusikan produknya sesuai dengan tingkat kemampuan individu yang dimaksud. (Iskandar Putong)

Kebutuhan 

Kebutuhan merupakan segala sesuatu yang di perlukan manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup untuk mencapai taraf sejahtra. Pada perinsipnya, tentu saja kebutuhan seriap orang berbeda-beda dan terus berkembang sejalan bertambahnya usia. Kebutuhan manusia terhadap benda atau jasa dapat memberikan kepuasan kepada manusia itu sendiri, baik kepuasaan jasmani maupun kepuasaan rohani. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan alat pemenuhan kebutuhan. Alat tersebut disediakan alam ataupun manusia melalui proses produksi. Upaya manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak pernah berakhir. Oleh karena itu, manusia perlu bertindak rasional agar tercapai pemenuhan kebutuhan hidup secara memuaskan. Kebutuhan dapat berupa kebutuhan barang seperti kebutuhan akan pakaian, makanan peralatan rumah tangga, dan dapat juga berupa kebutuhan jasa seperti kebutuhan akan jasa dokter, jasa guru, dan jasa bengkel sepeda. Banyaknya contohnya kebutuhan barang dan jasa itu merupakan bukti bahwa kebutuhan manusia beraneka ragam. Dari uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa kebutuhan merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan ketidakpuasan atau kekurangan dalam diri manusia yang ingin dipuaskan. Orang membutuhkan sesuatu karena tanpa sesuatu itu ia merasa ada yang kurang dalam dirinya.

1. Kebutuhan menurut tingkat intensitas kegunaan 

a. Kebutuhan pokok (kebutuhan primer)
Kebutuhan primer (pokok) adalah kebutuhan minimal yang mutlak harus dipenuhi untuk hidup sebagai layaknya manusia. Kebutuhan primer meliputi makanan dan minuman, pakaian, serta tempat tinggal. Pada perkembangannya kebutuhan primer ini juga menyangkut kebutuhan akan pendidikan. Sebab dengan pendidikan, orang dewasa memiliki keterampilan di bidang tertentu untuk bekal mencari nafkah sendiri. 
b. Kebutuhan Skunder (Pelengkap)
Kebutuhan sekunder terkait erat dengan faktor lingkungan hidup dan tradisi masyarakat serta faktor psikologis sekunder adalah televisi, sepeda motor, radio, peralatan untuk bekerja.
c. Kebutuhan Tersier (Mewah)
Penggolongan kebutuhan menurut intensitasnya bersifat relatif dan berbeda antara satu orang dengan lainnya. Semua itu tergantung dari pendapatan, tingkat pendidikan, kepentingan, lingkungan, dan keadaan sosial budaya daerah setempat. Ada barang yang tergolong sebagai kebutuhan tersierbagi seseorang, namun bisa menjadi kebutuhan sekunder bagi oranglain. Misalnya, satu perangkat komputer yang canggih merupakan kebutuhan mewah bagi seorang ibu rumah tangga. Namun, bagi seorang programer (pembuat program) komputer, keberadaan komputer tersebut merupakan kebutuhan pokok. 

2. Kebutuhan Menurut Waktunya

a. Kebutuhan Sekarang 
Kebutuhan yang harus segera dipenuhi pada saat ini, dan tidak dapat ditunda. Contohnya, orang yang lapar harus segera makan dan orang yang sakit harus segera berobat atau dirawat di rumah sakit.
b. Kebutuhan yang akan datang
Kebutuhan yang dirancang atau direncanakan untuk terpenuhi di masa depan (masa yang akan datang). Contohnya, orang tua menabung atau mengikuti asuransi pendidikan untuk mempersiapkan biaya kuliah anaknya.

3. Kebutuhan Menurut Sifatnya  

a. Kebutuhan Jasmani (Fisik)
Kebutuhan yang berhubungan dengan tubuh manusia (fisik). Contohnya, kebutuhan akan makan, minum, pakaian, olahraga.
b. Kebutuhan Rohani Kebutuhan yang berhubungan dengan jiwa seseorang dan kebutuhan ini tidak berwujud. Contohnya, kebutuhan akan belajar agama, hiburan.

4. Kebutuhan Menurut Subjeknya

a. Kebutuhan Individu Kebutuhan individu (perorangan) adalah kebutuhan yang diperlukan oleh masing-masing orang. Kebutuhan antara orang yang satu dengan yang lainnya berbeda. Misalnya kebutuhan seorang anak berbeda dengan orang dewasa, kebutuhan nelayan berbeda dengan petani, dan kebutuhan pelajar berbeda.
b. Kebutuhan Kolektif Kebutuhan yang berhubungan dengan masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok secara bersama-sama. Contohnya, jembatan penyeberangan, jalan raya, sekolah, pasar, rumah sakit. 

MANAJEMEN DANA BANK SYARIAH

Pendahuluan 

Manajemen dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk itu mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manager dimanapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut. Demikian juga dalam dunia perbankan, manajemen menjadi sangat penting sebab hal ini akan mempengaruhi kinerja perbankan dan kepercayaan masyarakat. Masyarakat hanya menginginkan lembaga keuangan yang dapat dipercaya dalam mengembangkan dana yang dimilikinya, khususnya pada perbankan. Selain menginginkan dana yang dikelola oleh orang-orang terpercaya, sehingga mereka merasa aman akan dananya, nasabah juga pasti menginginkan dananya dapat dikembangkan dan memperoleh keuntungan yang maksimal.

Banyak yang meragukan adanya perbankan syariah, sebab mereka beranggapan bahwa sistem perbankan bebas. Bunga adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim, dan juga banyak yang mempertanyakan bagaimana bank akan membiayai operasinya. Pada dasarnya bank syariah berfungsi sebagai agen perantara pemilik dengan modal (nasabah) yang menitipkan uangnya dengan para pengelola usaha atau masyarakat yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan mereka baik kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. 

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat ini, bank menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan permodalan atau dengan prinsip peminjaman untuk pembiayaan. Bank syariah mempunyai hukum tersendiri yang lain dengan bank konvensional dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia diatas, yakni dengan menggunakan akad-akad hasil (profit-loss sharing), sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing) dan akad-akad jual beli untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (deep financing). Bank syariah adalah bank yang menjalankan bisnis perbankan dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum Islam. 

Dalam hukum Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional yang menerapkan sistem rente atau riba dengan perhitungan Bunga berbunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjamannya tidak sesuai dengan hukum Islam. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi menerapkan sistem bagi hasil, yaitu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam. Perhitungan bagi hasil didasarkan pada mufakat pihak bank bersama nasabah yang menginvestasikan dananya di bank syariah. Besarnya hak nasabah terhadap banknya dalam perhitungan bagi hasil tersebut, ditetapkan dengan sebuah angka ratio atau besaran bagian yang disebut Nisbah. Pembiayaan bank syariah bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam sistem konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship).

Sudah barang tentu, pengelolaan Bank Syariah dengan demikian perlu suatu manajemen yang dapat memberikan kepercayaan masyarakat dan sesuai dengan ajaran agama. Sebagaimana pendapat Adnan (1999). Bank syariah harus bisa menempatkan posisi ‘nasabah’ sebagaimana mestinya. Manajemen harus betul-betul dapat memposisikan nasabah sebagai mitra, dan bukan lebih tinggi atau lebih rendah. Manajemen juga harus memahami sisi psikis, bahkan kalau mungkin sisi tauhid nasabah. Sehingga konflik yang bias terjadi akibat perbedaan yang menyolok antara kedua pihak bias dihindari, atau mungkin dimanfaatkan secara positif dan konstruktif.

Pengertian Manajemen Dana

Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar dan teratur, proses-prosesnya harus diikuti dengan baik.Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran islam. Sesuai dengan Hadis Nabi saw: “sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan pekerjaan, dilakukan secara itqān (tepat, terarah, jelas dan tuntas).” (HR. Thabrani). Melakukan pekerjaan dengan benar, rapi dan benar itulah pokok dari manajemen, dan merupakan suatu yang di syariatkan dalam ajaran Islam. 

Manajemen secara umum berarti suatu aktifitas khusus yang mencakup kepemimpinan. Pengarahan, pengembangan personal, perencanaan dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek, agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai dengan cara efektif dan efisien.

Dalam Islam, manajemen terdiri dari beberapa prinsip yang harus ada di dalamnya, yaitu prinsip keadilan, amanah dan tanggung jawab. Demikian juga manajemen dalam Perbankan Islam, sebab lembaga keuangan merupakan lembaga yang dibangun atas dasar kepercayaan, sehingga manajemen yang baik sangat diperlukan, termasuk di dalamnya manajemen dana. Manajemen Dana Bank Syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktifitas financing. Dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya.

Sumber Dana Bank Syariah

Bank Syariah sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsinya adalah menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber untuk menghimpun dana sebelum disalurkan kemasyarakat kembali. Sumber dana Bank Syariah terdiri dari.

1. Modal inti (core capital). 

Modal ini adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari pemegang saham bank yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari : 

a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham. Sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham. 

b. Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari. 

c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagi kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.

2. Sumber-sumber Penghimpunan Dana

Pada dasarnya, bank mempunyai empat alternatif menghimpun dana untuk kepentingan usahanya, yaitu: 

a. Dana sendiri 

Meskipun proporsi dana sendiri ini relatif kecil apabila dibandingkan dengan total dan yang dihimpun ataupun total aktivanya, dana sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk kelangsungan usahanya. Begitu pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan dan bank sentral yang mengatur proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Proporsi ini lebih dikenal dengan Capital Adequacy Ratio CAR. Di Indonesia, dalam kondisi normal, BI menetapkan CAR minimum sebesar 8%, dan secara gradual ditingkatkan hingga mencapai 12%. Apabila CAR suatu bank terlalu rendah, kemampuan bank tersebut untuk bertahan pada saat mengalami kerugian juga rendah.

Modal sendiri akan cepat habis untuk menutup kerugian, dan ketika kerugian telah melebihi modal sendiri, kemampuan bank tersebut untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat menjadi sangat diragukan. Demikian juga, kemampuan untuk mengembalikan dana simpanan masyarakat juga menjadi diragukan. Penurunan kemampuan ini akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat di bank tersebut. Selanjutnya, penurunan tingkat kepercayaan terhadap suatu bank sangat membahayakan kelangsungan usaha bank itu. Seperti halnya badan usaha lain, perhimpunan dana sendiri antara lain dapat berupa modal disetor, dana dan penjualan saham di bursa efek, akumulasi laba ditahan, cadangan-cadangan, dan agio saham. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992, Bank Umum dapat melakukan mobilisasi dana dengan cara melakukan emisi saham dan obligasi melalui bursa efek di Indonesia. 

b. Dana dan deposan 

Pada dasarnya, sumber dana dan masyarakat dapat berupa giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), dan deposito berjangka (time deposit) yang berasal dari nasabah perorangan atau badan.

1). Giro 

Rekening giro atau checking account adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau bilyet giro untuk pemindahbukuan.Cek atau bilyet giro dapat digunakan oleh pemiliknya sebagai alat pembayaran.Untuk itu, pemegang rekening giro memperoleh buku cek dan bilyet giro. Karena sifat penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat, sumber dana dan rekening giro ini merupakan sumber dana jangka pendek yang jumlahnya relatif lebih dinamis atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. Bagi nasabah pemegang rekening giro, sifat penarikan tersebut sangat membantu dalam membiayai kegiatan mereka secara lebih efisien. Nasabah dapat melakukan pembayaran sewaktu-waktu tanpa harus berisiko meng- gunakan uang tunai dalam jumlah besar, tanpa harus datang langsung ke bank, dan tanpa harus menunggu tanggal jatuh tempo tertentu. 

Cek merupakan perintah tidak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu pada saat penyerahannya atas beban rekening penarik cek: Cek dapat ditarik atau diterbitkan oleh pemegang rekening giro (giran) atas unjuk atau atas nama dan tidak dapat dibatalkan oleh penarik, kecuali cek tersebut dinyatakan hilang atau dicuri dengan bukti dari kepolisian Jangka waktu pengunjukan agar mendapatkan pembayaran dan bank atas cek tersebut adalah selama 70 hari sejak tanggal pengunjukanya. 

Bilyet giro pada dasarnya merupakan perintah kepada bank untuk memindahbukukan sejumlah berbentu uang atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak yang tercantum dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh penarik disertai dengan alasan pembatalan. 

2). Deposito berjangka 

Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan antara deposan dan bank. Mengingat simpanan ini hanya dapat dicairkan pada saat jatuh temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito sesuai tanggal jatuh temponya, deposito berjangka ini merupakan simpanan atas nama. Apabila deposan menghendaki agar deposito berjangkanya dapat diperpanjang secara otomatis, pihak bank dapat memberikan fasilitas ARO atau Automatic Roll-Over atas deposito berjangka tersebut. 

Kelebihan deposito berjangka ini adalah dapat ditarik tunai setiap jangka waktu tertentu ataupun ditransfer ke rekening deposan. Nasabah biasanya membuka rekening tabungan untuk menampung bunga atas deposito tersebut dan menampung dana deposito yang telah jatuh tempo dan tidak diperpanjang lagi. Bank-bank tertentu juga memberikan fasilitas agar bunga deposito yang tidak ditarik oleh pemiliknya dapat ditambahkan dalam simpanan pokok deposito sehingga nilai deposito berjangkanya bertambah besar. Pada dasarnya, sebelum jatuh tempo, simpanan ini tidak dapat ditarik, tetapi apabila pihak deposan tetap menginginkan penarikan sebelum jatuh tempo, biasanya bank mengenakan denda atau biaya administrasi atas penarikan tersebut.

Kelebihan dana deposito ini bagi bank adalah bank mempunyai kepastian tentang jangka waktu dana itu akan ditarik, sehingga pihak bank dapat mengantisipasi kapan harus menyediakan dana dalam jumlah tertentu. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh simpanan dalam bentuk giro dan tabungan. Sebagai konsekuensi dan kelebihan tersebut, bank harus membayar dana ini dengan tingkat bunga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk lain.Dengan kata lain, simpanan dalam bentuk deposito berjangka tidak bisa disebut sebagai sumber penghimpunan dana bagi bank yang murah.

3). Tabungan 

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan buku tabungan, cash card atau kartu ATM, dan debet card. Persaingan ketat dalam penghimpunan dana melalui tabungan antarbank telah banyak memunculkan cara baru untuk menarik nasabah tabungan. Cara-cara tersebut antara lain hadiah atas tabungan, fasilitas asuransi atas tabungan, fasilitas kartu ATM, dan fasilitas debet card. 

Ditinjau dari segi keluwesan penarikan dana, simpanan dalam bentuk tabungan berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Tabungan dapat ditarik dengan caracara dan dalam waktu yang relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan deposito berjangka, tetapi masih lebih fleksibel apabila dibandingkan dengan rekening giro. 

Sebagai konsekuensinya, besarnya bunga yang diberikan atas saldo tabungan ini pun berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Ditinjau dari sisi bank, penghimpunan dana melalui tabungan termasuk lebih murah daripada deposito, tetapi lebih mahal dibandingkan giro.

4). Cara lain penghimpunan dana dan deposan Persaingan yang ketat dalam penghimpunan dana antar bank telah memunculkan produk-produk baru dalam penghimpunan dana. Produkproduk baru tersebut antara lain: 

a). Sertifikat deposito merupakan hasil pengembangan dana deposito berjangka. Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperjualbelikan.Agar simpanan ini dapat diperjualbelikan dengan mudah, penarikan pada saat jatuh tempo dapat dilakukan atas unjuk, sehingga siapa pun yang memegang bukti simpanan tersebut dapat menguangkannya pada saat jatuh tempo. Hal lain yang menjadi ciri dan sertifikat deposito adalah dalam hal pembayaran bunganya. Apabila deposito berjangka bunga dibayarkan setelah dana mengendap, bunga sertifikat deposito ini dibayarkan di muka, yaitu pada saat nasabah menempatkan dananya dalam bentuk deposito. 

b). Deposit on call, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan lebih dahulu dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Semakin besar dana yang akan ditarik, semakin lama pula jangka waktu pemberitahuan sebelumnya yang diinginkan oleh pihak bank. Tingkat bunga biasanya ditetapkan lebih rendah daripada tingkat bunga deposito berjangka dan lebih tinggi daripada jasa giro. Deposit on call biasanya digunakan oleh nasabah yang tidak setiap saat perlu menarik dananya dan keperluan penarikan dana itu dapat diprediksi oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu. 

c). Rekening giro terkait tabungan. Ditinjau dari tingkat bunganya, nasabah lebih menyukai tabungan, tetapi ditinjau dari cara penarikannya, nasabah lebih menyukai rekening giro. Nasabah cenderung untuk mempertahankan saldo rekening giro serendah mungkin sepanjang dapat memenuhi kebutuhan transaksinya. Setiap kali saldo rekening giro ini menjadi terlalu kecil, nasabah akan memindahkan sebagian dana tabungannya ke rekening giro dan sebaliknya apabila saldo rekening giro ini dipandang lebih besar daripada kebutuhan transaksinya, nasabah akan memindahkan sebagian saldo rekening giro ke rekening tabungannya. 

c. Dana pinjaman 

Dana pinjaman yang diperoleh bank dalam rangka menghimpun dana antara lain dapat berupa sebagai berikut 

1). Call money Call money merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank berupa pinjaman jangka pendek dan bank lain melalui interbank call money market. Sumber dana ini sering digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, seperti bila terjadi kalah kliring atau adanya rush. Dana dan call money berjangka waktu relatif pendek,yaitu satu hari atau overnight sampai dengan 180 hari, dan tingkat bunganya berfluktuasi serta sangat dipengaruhi oleh permintaan dan ketersediaan dana di pasar pada suatu saat Apabila Iikuiditas perbankan secara umum di suatu area sedang sulit, tingkat bunga call money bisa menjadi sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada tingkat bunga pinjaman umum. Call money dapat juga dimanfaatkan oleh bank yang sedang mengalami kelebihan likuiditas untuk menyalurkan dananya dalam jangka pendek, sehingga kelebihan likuiditas tersebut menjadi dana yang produktif menghasilkan penerimaan bagi bank. 

2). Pinjaman antar bank Kebutuhan pendanaan kegiatan usaha suatu bank dapat juga diperoleh dari pinjaman jangka pendek dan menengah, dan bank lain. Berbeda dengan call money seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, pinjaman ini dilakukan bukan untukmemenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank. 

3). Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Sesuai dengan namanya, Kredit Likuiditas Bank Indonesia adalah kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia, terutama kepada bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas. Masalah kesulitan likuiditas ini bisa terjadi karena kalah kliring atau adanya rush penarikan dana oleh nasabah suatu bank. Untuk kepentingan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan secara umum, BI akan berusaha memberikan bantuan likuiditas kepada bank tersebut sepanjang masih memungkinkan untuk ditolong. Pada masa sebelum deregulasi perbankan, dana ini banyak digunakan BI untuk membiayai proyek atau program pemerintah tertentu dan bukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas suatu bank. Setelah adanya deregulasi, penggunaan dana KLBI untuk keperluan non-kesulitan likuiditas secara bertahap mulai dikurangi. 

d. Sumber dana lain 

Selain berasal dari dana sendiri, dana deposan, dan dana pinjaman, sumber penghimpunan dana dapat juga berasal dari sumber-sumber lain yang tidak dapat digolongkan dalam jenis dana di atas. Sumber dana yang lain selalu berkembang sesuai dengan perkembangan usaha perbankan dan perekonomian secara umum. Sumber-sumber tersebut antara lain sebagai berikut. 

1). Setoran jaminan Setoran jaminan atau sering disingkat menjadi storjam merupakan sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh nasabah yang menerima jasa jasa tertentu dari bank. Nasabah tersebut menyerahkan storjam karena jasa-jasa yang diberikan oleh bank mengandung risiko finansial tertentu yang ditanggung oleh pihak bank. Dengan adanya storjam, nasabah diharapkan mempunyai komitmen untuk berperilaku positif sehingga pada kemudian hari, bank tidak harus mengalami kerugian karena menanggung risiko yang timbul. Storjam ini juga dibutuhkansebagai dana untuk menutup sebagian kerugian bank yang mungkin timbul akibat terjadinya risiko. Jasa-jasa bank yang biasanya memerlukan storjam, antara lain adalah Letter of Credit (LC) dan Bank Garansi (BG). Penjelasan lebih lengkap mengenai LC dan BG dapat dibaca pada bagian mengenai "Penggunaan Dana". Dana storjam yang tersimpan di bank tidak menimbulkan kewajiban bagi bank untuk memberikan imbal jasa berupa bunga, sehingga dana ini merupakan dana murah yang dapat digunakan bank untuk kegiatan usahanya. Perlu diingat bahwa dana storjam ini biasanya hanya akan mengendap di bank untuk jangka pendek dan menengah sesuai jangka waktu jasa yang diberikan oleh bank. Dengan demikian, penggunaan dana storjam ini harus disesuaikan dengan jangka waktu storjam. 

2). Dana transfer Salah satu jasa yang diberikan bank adalah pemindahan dana. Pemindahan dana bisa berupa pemindahbukuan antara rekening, dana uang tunai ke suatu rekening, atau dan suatu rekening untuk kemudian ditarik tunai. Sebelum dana transfer ini ditarik oleh penerima transfer atau selama masih mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh bank untuk mendanai kegiatan usahanya. Dana ini jelas hanya akan mengendap di bank untuk jangka waktu yang sangat singkat akan tetapi, sumber dana ini digolongkan sebagai sumber dana yang tidak berbiaya. Dana transfer yang tersimpan di bank tidak menimbulkan kewajiban bagi bank untuk memberikan imbal jasa berupa bunga, sehingga dana ini merupakan dana murah bagi bank. Mengingat dana transfer biasanya hanya mengendap dalam waktu singkat, dana ini termasuk dana jangka pendek. 

3). Surat berharga pasar uang Salah satu akibat adanya serangkaian paket deregulasi perbankan sejak tahun 1980-an adalah diperkenalkannya Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu instrumen yang digunakan pihak bank untuk menghimpun dana. SBPU merupakan surat-surat berharga jangka pendek yang dapat diperjualbelikan dengan cara di diskonto oleh Bank Indonesia.Ketika suatu bank mempunyai kelebihan likuiditas, bank tersebut dapat membeli berbagai macam SBPU, dan menjualnya kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas.

4) Diskonto Bank Indonesia. 

Fasilitas diskonto adalah penyediaan dana jangka pendek oleh BI dengan cara pembelian promes yang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto ini merupakan upaya terakhir bank dan merupakan bantuan Bank Sentral sebagai lender of last resort. Fasilitas diskonto ini dapat dibagi dua, yaitu Fasilitas diskonto I dan Fasilitas Diskonto II. Fasilitas Diskonto I disediakan dalam rangka memperlancar pengaturan dana bank sehari-hari, sedangkan Fasilitas Diskonto II diberikan untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan karena rencana pengerahan dana tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka menengah atau panjang oleh nasabah (mismatch).

Penggunaan Dana Bank 

Setelah dana bank ketiga telah dikumpulkan oleh bank, maka sesuai dengan fungsinya sebagai intermediary, bank berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan. Dalam hal ini, bank harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah digariskan dengan tujuan untuk mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dengan tingkat rasio yang rendah dan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu; aktiva yang menghasilkan dan aktiva yang tidak menghasilkan.19 Aktiva yang dapat menghasilkan adalah asset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Asset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri atas: 

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudārabah) 

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (mushārakah) 

c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (al-bai‘) 

d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijārah dan ijārah wa iqtinā/ijārah muntahiah bi tamlīk) 

e. Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya. Sedangkan aktiva yang tidak memberikan penghasilan adalah: aktiva dalam bentuk tunai, pinjaman (qard), dan penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris. Secara skematis sumber dan penggunaan dana berdasarkan pendapatan pusat Pengumpulan Dana (pool of find approach) dapat digambarkan seperti pada diagram dibawah ini:

Sumber dan penggunaan dana berdasarkan pendekatan pusat pengumpulan dana 

(pool of fund approach)


Penutup 

Permasalahan yang dihadapi perbankan Islam sesungguhnya jika mau jujur, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh Perbankan Syariah. Adapun beberapa problematika yang muncul seiring dengan berkembangnya industri perbankan Syariah dapat kita kategorikan pada beberapa masalah diantaranya adalah: Pertama, adalah kurangnya deposito. Perbankan yang beroperasi secara syariah tidak dapat menerima simpanan dari orang-orang yang ingin mendapat keuntungannya tanpa menanggung resiko apapun. Kedua, likuiditas berlebihan (excessive liquidity),tentu saja bank Islam akan lebih cenderung mempertahankan rasio yang tinggi antara uang tunai dengan simpanannya, bila dihandingkan dengan perbankan konvensional. Ini dilakukan untuk mengantisipasi penarikan rekening tabungan yang dilakukan nasabah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kemudian tidak semua nasabah bank Islam yang potensial menyetujui meminjamkan uangnya berdasarkan prinsip mushawarah atau kemitraan. Pada umumnya nasabah lebih senang meminjam dana atas dasar mudarabah, atau bahkan meminjam dari bank konvensional dengan system bunga. Masalah yang ketiga, adalah problem ketika biaya dan profitabilitas. Bank Islam bekerja dengan aturan yang sangat ketat dan memilih investasi yang halal dan sesuai Syariah saja.Implikasinya adalah bank Islam harus melakukan supervisi dan terkadang mengelola secara langsung operasional suatu proyek yang didanainya.

Masalah keempat yang dihadapi selanjutnya adalah masalah pendanaan pinjaman untuk konsumsi. Bank Islam terkadang kesulitan untuk memberi pinjaman yang bertujuan konsumtif. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya dana yang dapat dipinjamkan tanpa memperoleh keuntungan. Masalah yang kelima adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan Syariah. Dan masalah keenam yang dihadapi kalangan perbankan syariah adalah belum maksimalnya institusi undang-undang yang menjadi payung hukum bagi keseluruhan aktivitas perbankan Islam.

Pada tahun 2004 kinerja perbankan syariah akan tergantung pada pemberian pembiayaan kepada nasabah. Namun, harus diakui bahwa bank-bank syariah, seperti halnya bank konvensional lainnya, tidak mudah mencari nasabah yang potensial, apalagi pasar yang dibidik oleh bank syariah hampir sama dengan bank konvensional, terutama yang bergerak di pasar ritel. Untuk itu, bank-bank syariah harus lebih mempercepat distribusi kredit dengan kualitas yang baik.
Dengan permasalahan tersebut, sudah barang tentu manajemen bank syariah harus tetap ditingkatkan dan lebih kembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia seluruhnya tanpa memandang agama, suku, ras dan sebagainya, sehingga masyarakat muslim lebih percaya dengan produk yang lahir dari ajaran sendiri ketimbang produk kapitalis. 

METODE PENGHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

Pendekatan Produksi (Production Approach) Penghitungan pendapatan nasional dengan pendapatan produksi adalah dengan menghitung jumlah produk...