Pendahuluan
Pengertian fintech
syariah adalah sebuah platform digital dari pinjaman online, atau disebut peer
to peer lending, yang mempertemukan antara pemberi pinjaman (lender) dan
penerima pinjaman (borrower) secara online dan dalam menjalankannya berdasarkan
prinsip syariah Islam. Fintech syariah ini sudah diatur oleh Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa
dari Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 117/DSN-MUI/II/2018. Adapun isi dari
fatwa ini menyangkut Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyelenggara fintech harus memenuhi beberapa
kriteria prinsip syariah yang tidak mengandung beberapa unsur di bawah ini:
1. Gharar
(ketidak-jelasan)
2. Riba
(bunga)
3. Tadlis
(penipuan)
4. Maysir
(judi)
5. Dharar
(bahaya)
6. Haram
7. Zulm
(ketidakadilan)
Apabila
penyelenggara fintech syariah memiliki salah satu unsur saja di atas, maka
dipastikan tidak akan mendapatkan izin dari BI dan OJK.
Jenis-Jenis Akad Pada Fintech Syariah
Melakukan
pengajuan pinjaman di fintech syariah, dari pihak pemberi dan penerima dana
harus menggunakan proses akad untuk persetujuan kerja sama. Berikut ini akad
yang digunakan.
1. Ijarah
Yang pertama
adalah ijarah. Akad ini akan digunakan dalam pemindahan atas hak guna barang
maupun jasa dengan waktu tertentu menggunakan upah.
2. Mudharabah
Akad ini digunakan
antara penjual juga pembeli dalam pengelolaan modal beserta keuntungan bisnis
berdasarkan nisbah.
3. Al-Bai' (jual-beli)
Akad digunakan
oleh penjual dan pembeli dalam pertukaran atau perpindahan kepemilikan atas
barang dan juga harga.
4. Wakalah
Akad pelimpahan
kuasa dalam melakukan perbuatan hukum tertentu dengan imbalan berupa upah.
5. Musyarakah
Jika dalam usaha
ada dua pihak atau lebih, maka menggunakan akad musyarakah dalam membagi
keuntungah sesuai dengan nisbah yang disepakati.
6. Qardh
Akad pinjaman
antara pemberi dan penerima dengan ketentuan di mana penerima pinjaman mesti
mengembalikan uang dengan jangka waktu juga cara yang telah disepakati.
Perbedaan Fintech
Syariah dengan Fintech Konvensional
Perbedaan fintech
syariah dengan fintech konvensional terletak pada dasar-dasar yang dianut.
Fintech syariah menggunakan syariat Islam sebagai dasar layanan keuangan
mereka. Untuk menjalani kegiatan usahanya, fintech berbasis syariah harus
menaati peraturan yang dikeluarkan oleh OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 26
Desember 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, dan harus menaati Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Perbedaan mendasar
antara fintech syariah dan fintech konvensional adalah hal bunga. Bunga tidak
sejalan dengan agama Islam karena mengandung unsur riba. Tidak akan dijumpai
kredit dalam pembiayaan fintech berbasis syariah. Pembiayaan akan dilakukan
berdasarkan Akad Murabahah, Akad Ijarah Wa Iqtina, dan Akad Musyarakah
Mutanaqishah. Ketiga akad tersebut memiliki peraturan yang berbeda-beda dan
tidak mengandung bunga lebih.
Akad Murabahah
merupakan akad jual beli, dimana penyelenggara fintech menjadi seorang pembeli
atas produk yang diinginkan nasabah. Lalu peminjam akan menjual produknya
kepada nasabah dengan jumlah keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.
Akad Ijarah Wa
Iqtina merupakan akad sewa. Sama seperti Akad Murabahah, dimana penyelenggara
fintech menjadi pembeli atas barang yang diinginkan nasabah. Kemudian peminjam
akan menyewakan barangnya, yang di kemudian hari bisa dibeli oleh nasabah.
Barang tersebut ada dalam status sewa dalam kurun waktu tertentu hingga
berganti kepemilikan.
Sementara Akad
Musyarakah Mutanaqishah merupakan program pembiayaan yang berasal dari
penyelenggara fintech dan nasabah. Masing-masing, akan memberikan modal untuk
produk tertentu. Nasabah nantinya bisa membeli bagian yang dipunyai oleh
penyelenggara fintech, sehingga nasabah memiliki hak penuh atas kepemilikan
produk.
Daftar Fintech Syariah yang Legal
1.
Ammana.id
Fintech
syariah ini berdiri sejak Maret 2018, Ammana mengklaim bahwa mereka merupakan
peer to peer lending syariah pertama yang ada di Indonesia dan terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ammana
fokus terhadap kegiatan pendanaan untuk pelaku UMKM (usaha kecil, mikro dan
menengah). Dilansir dari website resmi Ammana, dana yang telah disalurkan
hingga tahun 2022 sebesar Rp486 M, dan total pengguna menembus angka 41.574.
2.
Investree
Tak
hanya dikenal sebagai fintech basis konvensional, Investree pun berinovasi
dengan menghadirkan layanan berlandaskan syariah. Sama halnya dengan fintech syariah yang
lain, Investree Syariah pun menerima pembiayaan dalam membantu UMKM melalui
metode buyer financing, invoice financing, dan working capital term loan.
3.
Kapital Boost
Fintech
syariah yang satu ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 30
Oktober 2019. Kapital Boost memulai dengan tujuan menjadi jembatan UKM dengan
pendana global yang mencari imbal hasil secara adil, transparan, dan
berdasarkan prinsip syariah.
4.
Ethis
Ethis
menghadirkan alternatif pembiayaan dengan membentuk sebuah komunitas pemberi
pembiayaan dalam berpartisipasi secara kolektif serta menggunakan prinsip
syariah dalam menjalankan kegiatan pembiayaan di bidang infrastruktur dan real
estate. Dilansir dari website
resmi Ethis, total pendanaan hingga tahun 2022 sebesar Rp40.289.351.445,00
dengan total 5261 pengguna dan 599 pendana.
5.
Berkah Fintek Syariah (BFS)
PT.
Berkah Fintek Syariah adalah salah satu pionir untuk penyelenggaraan sistem
elektronik yang menawarkan produk pendanaan dan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dan tentunya sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sejak tahun
2019. Hingga tahun 2022 akumulasi total pembiayaan sebesar Rp672,22 M.
6.
Papitupi Syariah
Papitupi
Syariah adalah salah satu fintech syariah di Indonesia yang hadir dengan tujuan
untuk bisa berperan aktif dalam memberikan sebuah solusi pembiayaan syariah.
Dilansir dari website resmi, total pendanaan yang telah disalurkan hingga tahun
2022 sebesar Rp62,38 M.
7.
Alami Sharia
Tahun
lalu, tepatnya bulan Mei 2021, PT ALAMI Fintek Sharia telah menyelesaikan
proses akuisisi sebuah Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah di Jakarta. Adapun
pembiayaan fintech syariah ini mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Total
pembiayaan yang sudah tersalurkan hingga tahun 2021 sebesar Rp662 M.
8.
Qazwa
Qazwa
adalah perusahaan fintech syariah yang memiliki tujuan memudahkan usaha mikro
dalam mendapatkan akses permodalan yang bebas riba agar usahanya bisa lebih
berkembang dan berdasarkan prinsip syariah. Dilansir dari website resmi Qazwa,
total pembiayaan yang telah tersalurkan sebesar Rp. 21 M.
9.
Duha Syariah
Di
fintech syariah ini ada dua layanan yang bisa kamu gunakan yaitu pembiayaan
perjalanan religi dan pembiayaan konsumtif (barang atau jasa). Untuk perjalanan
religi, Duha Syariah bekerja sama dengan e-commerce atau marketplace dalam
perjalanan wisata halal dan umrah.
10.
Dana Syariah
Agak
sedikit berbeda dengan peer to peer lending syariah lainnya, Dana Syariah
mempunyai fokus membantu para peminjam yang membutuhkan suntikan dana segar di
sektor properti, seperti pembelian lahan, pembangunan sarana prasarana dan
pembangunan rumah.
Layanan Yang Terdapat Pada Fintech Syariah
1. Layanan Pendanaan
Setoran berbasis Deposit (bisa juga berdasarkan Qard),
layanan Akun investasi, dan Pembayaran, penagihan, dan manajemen likuiditas
yang sesuai dengan Syariah. Contoh perusahaan fintech yang menyediakan jasa ini
adalah PayHalal (Souqa Fintech Sdn Bhd, Malaysia), AmalPay (Malaysia), Platform
Akun Investasi (IAP –Malaysia).
2. Layanan Modal Kerja
Yakni Modal kerja Murabahah, Murabahah / Wakala /
Mudharabah / Surat Kredit. Contoh perusahaan fintech syariah yang menyediakan
layanan ini adalah Waqfe – Bahrain (penyedia platform perbankan digital).
3. Pembiayaan
Layanan
pembiayaan fintech syariah dengan akad Murabahah, Mudaraba, Musharaka, Pembiayaan
Salam atau Istisn’a, Ijarah,
Keuangan Mikro Syariah. Perusahaan yang menyediakan
layanan ini adalah Ethis Crowd – Singapura, Indonesia, Malaysia, Australia dan
Blossom Finance.
4. Pasar
Modal
Layanan
yang diberikan berupa treasury Bank Islam, Sukuk (Obligasi Islam). Perusahaan
yang menyediakan layanan ini adalah Adab Solution (pertukaran Crypto).
5.
Manajemen Kekayaan
Layanan
fintech syariah yang berupa manajemen kekayaan yang sesuai dengan Syariah untuk
ritel dan HNWI. Disediakan oleh Wahed – AS (investasi penasehat Robo platform) dan
HelloGold (emas berbasis blockchain investasi).
6.
Asuransi
Mencangkup
layanan Asuransi dan re-Asuransi, perusahaan yang menyediakan layanan ini yaitu
Uplift Mutuals dan Insure Halal
Perusahaan
fintech syariah dewasa ini semakin terlihat posisi dan urgensinya dalam
meningkatkan inklusi keuangan baik di Indonesia maupun secara global.
Inspirasi Qur`ani Dalam
Menghadapi Tantangan Industri
Era digital yang sangat
disruptif adalah era perkembangan semua industri global berbasis teknologi,
khususnya industri fintech syariah. Dalam rangka menghadapi tantangantantangan
serius di masa mendatang, industri perlu menyiapkan roadmap yang memuat
strategi-strategi jitu. Strategi tersebut tentu diramu dengan baik untuk
mempertahankan eksistensi industri dan sekaligus melejitkan performa industri
fintech syariah di masa mendatang.
Menurut hemat penulis,
strategi-strategi yang dapat digunakan para pelaku industri fintech syariah
adalah sebagai berikut (Iman, 2017:11).
1. Mendorong
pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti OJK untuk membuat aturan yang dapat
memberikan payung hukum terhadap seluruh aktivitas fintech syariah. Perlu
diingat, regulasi tersebut tentu harus membawa kemaslahatan bagi semua pihak.
Regulasi tersebut juga diharapkan mampu melindungi hak-hak konsumen yang juga
menjadi prioritas syariah. Legitimasi syariah terhadap perlindungan hak-hak
konsumen merupakan konsekuensi logis dari keharaman atas praktek-praktek
kedzaliman. AlQur`an menandaskan dalam surah al-Baqarah ayat 279:
“Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
(QS. Al-Baqarah [2]:279)
2. Meningkatkan
kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Upaya peningkatan SDM baik secara kuantitatif
maupun kualitatif tentu dapat mendorong pertumbuhan industri fintech syariah
yang lebih berdaya saing. Peningkatan kapasitas SDM juga merupakan salah satu
aktivitas yang selaras dengan nilai-nilai universalitas Islam. Islam menyatakan
bahwa tenaga kerja yang baik adalah tenaga kerja yang al-qawiyyu dan alamin.
Al-Qawiyyu yang lebih merujuk kepada kekuatan fisik merupakan simbolisasi dari
hard skill, sementara al-amin yang berarti terpercaya adalah simbolisasi dari
soft skill yang merupakan karakter batiniah setiap individu. Ringkasnya,
kapasitas SDM haruslah dikembangkan dari dua sisi ini secara simultan.
Berkenaan dengan hal itu, alQur`an menjelaskan dalam surah al-Qashash ayat 26:
“Salah seorang dari
kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
(QS. Al-Qashash [28]:26)
Ar-Razi (1988:245)
dalam tafsirnya, Mafatihul Ghaib, mengemukakan bahwa al-amin juga mencakup
fathonah (kecerdasan intelektual). Dengan kata lain, Islam dalam hal ini sangat
mendorong agar umat Islam juga memiliki kapasitas intelektual yang berkualitas.
3. Strategi kolaborasi (non-kompetisi). Fintech
syariah sebagai pelaku pasar yang baru di sektor keuangan tentu dianggap
sebagai competitor, baik oleh industri perbankan maupun industri keuangan
non-perbankan lainnya (https://www.pwc.com, diakses 10 Juli 2019). Dalam rangka
menghadapi persaingan tersebut, maka salah satu alternatif yang dapat digunakan
adalah strategi kolaborasi (Iman, 2017:11). Perlu diketahui, kolaborasi juga
merupakan salah satu ajaran Islam. Allah Swt. Berfirman dalam surah al-Maidah
ayat 2:
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]:2)
4. Memperkuat keamanan internal dengan
mengintegrasikan artificial intellegence dengan sistem blockchain. Artificial
Intellegence (AI) dapat membantu fintech syariah agar dapat memastikan keamanan
pengguna dalam satu kesatuan operasional berupa big data. Kendati demikian, AI
juga harus terintegrasi dengan blockchain yang menggunakan hashing ganda (untuk
memastikan kesamaan integritas) agar tercipta sistem keamanan yang maksimal.
Walhasil, integrasi sistem keamanan antara AI dan blockchain diharapkan mampu
menjadi solusi keamanan yang terbaik bagi industri fintech syariah (Alfaiz,
2018:70-74). Dalam al-Qur`an sendiri, secara eksplisit memang tidak ditemukan
lafadz yang sepadan untuk mewakili internet security. Namun secara implisit,
al-Qur`an telah mendukung konsep tersebut. Sebagaimana diketahui pada umumnya,
bahwa al-Qur`an sendiri merupakan kalamullah yang dibawa oleh Malaikat Jibril.
Jibril berlaku seperti media yang mengantarkan pesan (mediator). Surah
at-takwir menjelaskan karakter Jibril yang mulia, kuat, dan terpercaya:
“Sesungguhnya Al Quran
itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),
yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang
mempunyai 'Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (QS.
At-Takwir [81]:19-21)
Karakter Jibril ini
sebenarnya merupakan karakteristik yang dimaksud dalam konsep IT Security.
Karakteristik tersebut meliputi: dzi quwwah (kekuatan keamanan), makiin
(tangguh), dan amiin (terpercaya). Sistem keamanan yang tangguh dan kuat
tersebut dimaksudkan agar aset atau kekayaan yang tersimpan dalam data
perusahaan tetap aman dan terlindungi. Konsep tersebut selaras dengan konsep
maqashid alsyari’ah, yakni hifdz al-maal (menjaga aset kekayaan) (asy-Syatibi,
1996:25). Oleh karenanya tidak heran jika Islam sangat mendukung keamanan data
terkait aset kekayaan pribadi seseorang.
Tantangan Fintech
Syariah di Indonesia
Fintech merupakan
sistem pembiayaan yang termasuk baru di Indonesia. Meskipun sudah banyak
startup fintech, namun tidak semua terdaftar di OJK. Permohonan perizinan juga
belum matang sehingga memerlukan banyak waktu untuk mengantongi izin. Tantangan
fintech syariah tidak hanya datang dari peraturan pemerintah saja, namun ada
banyak faktor, diantaranya adalah:
1. Literasi
Keuangan Masyarakat Indonesia Rendah
Direktur
Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V. M Tarihoran mengatakan bahwa
literasi keuangan penting dilakukan karena indeks literasi dan inklusi keuangan
di Indonesia masih relatif rendah. Berdasarkan Survei Nasional Literasi
Keuangan pada tahun 2016, literasi keuangan Indonesia baru mencapai 29,7
persen, sementara inklusi keuangan sebesar 67.8 persen.
Menjadi
cakap keuangan adalah hal penting, karena akan melindungi masyarakat itu
sendiri dari transaksi-transaksi palsu yang merugikan. Ada dua hal yang perlu
dilakukan untuk menjadi cakap keuangan, yaitu meningkatkan keterampilan dan
keyakinan masyarakat tentang layanan keuangan dan meningkatkan infrastruktur.
Literasi keuangan yang tinggi akan menciptakan kesejahteraan keuangan yang
berkelanjutan.
2. Syarat
dan Infrastruktur yang Kurang Menunjang
Ketua
Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Wijaya mengatakan bahwa salah
satu hambatan yang dihadapi oleh fintech syariah adalah keharusan memiliki
Dewan Pengawas Syariah atau DPS di masing-masing perusahaan. Keharusan memiliki
dewan pengawas memberatkan beberapa pihak yang ingin mendirikan fintech syariah
karena membutuhkan biaya yang besar. Sementara startup pada umumnya belum
memiliki modal besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Ronald
mendorong pemerintah untuk memfasilitasi perkembangan fintech di Indonesia
terutama yang berbasis syariah. Ia menyarankan sebuah alternatif seperti satu
orang dewan pengawas untuk beberapa fintech syariah yang belum terdaftar. Hal
ini akan membantu mereka mendapat infrastruktur yang sesuai dengan regulasi
OJK. hambatan yang dirasakan oleh Ronald juga menyangkut soal perizinan yang
lama, dan literasi masyarakat tentang fintech syariah. Sangat disayangkan
karena Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim yang tinggi.
3.
Indonesia Perlu
Kebijakan yang Matang
Tantangan fintech syariah selanjutnya adalah
tentang kebijakan yang belum mencakup keamanan nasabah. Layanan jasa keuangan
mampu meningkatkan kesejahteraan keuangan masyarakat jika dikelola dengan baik.
Pengelolaan yang baik tentu memerlukan kebijakan yang matang. Justru karena
layanan Peer-to-Peer Lending memiliki potensi yang besar di Indonesia, sangat
diperlukan adanya peran regulator yang sehat.
Kebijakan yang dimaksud adalah hal-hal yang
menyangkut syarat pendirian dan operasi fintech, inovasi layanan yang aman bagi
nasabah, serta kompetisi antar-fintech yang sehat.
Kebijakan yang matang diperlukan, juga karena penyelenggara layanan keuangan
fintech memerlukan keterampilan dan kapasitas dalam mengurangi risiko untuk
kepentingan nasabah. Penyelenggara fintech juga harus memastikan keamanan dana
publik, keamanan data publik, serta mampu mengatur keuangan masyarakat dengan
memberikan bunga yang wajar. Meskipun terhitung baru, pemerintah optimis dengan
pertumbuhan fintech-fintech di Indonesia akan memberikan kemakmuran dalam hal
keuangan masyarakat.
Peran Fintech
Syariah Bagi UMKM
Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018, fintech syariah disebut dengan istilah
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
yang didefinisikan sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan
prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan Pemberi Pembiayaan dengan
Penerima Pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem
elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Saat ini, pemerintah menilai
bahwa fintech syariah merupakan bagian dari industri fintech nasional yang
turut berperan dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia, khususnya UMKM
yang belum dilayani oleh perbankan.
Dalam hal ini, fintech
syariah memberikan solusi bagi UMKM untuk mengurangi kesenjangan antara lembaga
keuangan dengan pihak-pihak yang membutuhkan pembiayaan. Maka dari itu, fintech
syariah berpotensi turut mendukung inklusi keuangan melalui pembiayaan pada segmen
pasar yang non-bankable.
Kemampuan fintech syariah
dalam mengoptimalisasi teknologi membuat segala proses menjadi mudah, cepat,
dan singkat. Keunggulan ini diyakini menjadi masa depan fintech syariah untuk
terus berkembang yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap pertumbuhan
UMKM. Hal ini dikarenakan salah satu faktor yang mendukung fintech syariah
dalam mendorong pertumbuhan UMKM adalah tingkat penggunaan teknologi digital
oleh UMKM.
Kekuatan teknologi yang
memadai tentunya harus didukung oleh ekosistem fintech syariah yang relatif
mapan. Dalam hal ini, sinergitas fintech syariah dengan pelaku usaha,
pemerintah, dan akademisi diyakini dapat mendorong pertumbuhan fintech syariah.
Seperti halnya kerjasama fintech syariah dengan perbankan dapat menjadi peluang
penyaluran pembiayaan yang memberikan win-win solution bagi kedua belah pihak.
Pihak fintech syariah mendapatkan pendanaan, sedangkan bank diberikan bantuan
dalam penyaluran pembiayaan.
Fintech syariah juga dapat
memperluas pangsa pasarnya dengan mengadakan kerjasama bersama para pelaku
usaha, seperti e-commerce. Melalui kerjasama ini, fintech syariah dapat
menjangkau UMKM untuk menyalurkan pembiayaan secara lebih efisien dan meluas.
Pada akhirnya, hal ini akan memudahkan fintech dalam menjangkau borrower yang
berkualitas.
Kesimpulan
Indonesia dengan jumlah
penduduk Muslim yang besar memiliki potensi yang besar pula untuk perkembangan
fintech berbasis syariah. Tak lupa bahwa cita-cita Indonesia menjadi
International Fintech Hub harus dicapai dengan menuntaskan beberapa tantangan
fintech syariah seperti, meningkatkan literasi keuangan masyarakat, menciptakan
infrastruktur yang wajar bagi startup-startup di Indonesia, dan membuat
kebijakan yang matang demi keamanan transaksi nasabah. Jika tantangan fintech
syariah di Indonesia bisa kita jawab, pada akhirnya peran fintech akan
meningkat, tidak hanya untuk UMKM namun untuk keuangan nasional kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar